Aliran Sastra
LAPORAN BACAAN MINGGU
KE-SEBELAS
Nama :Nesa Yulia
Nim :21016159
Mata kuliah : Pengantar Pengkajian Kesusastraan
Dosen pengampu:Dr.Abdurrahman.M.Pd
A.LATAR BELAKANG
Aliran-aliran pada sastra merupakan suatu sikap, pandangan hidup, atau haluan pendapat yang menjadi pedoman pengarang dalam mendasari karyanya. Aliran dalam karya sastra biasanya terlihat pada periode tertentu. Setiap periode sastra biasanya ditandai oleh aliran yang dianut para pengarang pada masa itu.
Aliran-aliran dalam kesusastraan memiliki kesamaan dengan aliran dalam kesenian yang lain, misalnya dalam seni lukis, seni drama, bahkan dalam dunia filsafat dan kehidupan sosial. Aliran dalam kesusastraan berhubungan erat dengan pandangan hidup dan kejiwaan pengarang dan penyair, serta biasanya terekspresikan dalam karya-karya mereka. Artinya, kita memasukkan seorang sastrawan atau sastrawati ke dalam aliran tertentu, hendaknya berdasarkan buah cipta mereka.
Dengan demikian, seorang pengarang bisa dimasukkan ke dalam beberapa aliran, karena corak karyanya yang bermacam-macam. Sementara itu, sebuah novel, cerpen, puisi atau teks drama bisa dijadikan beberapa contoh yang menunjukkan bahwa seorang pengarang menganut beberapa aliran. Di Indonesia sebenarnya adanya aliran yang secara sadar diperjuangkan untuk menentang paham atau aliran sebelumnya belum banyak terjadi. Hal ini salah satu di antaranya disebabkan oleh usia sejarah sastra Indonesia yang belum begitu lama
2.PEMBAHASAN
1.Aliran Sastra
Aliran Sastra terbagi menjadi lima macan, yaitu sebagai berikut:
1. Aliran Klasik
Aliran klasik merupakan aliran sastra yang paling kuno yang pernah berkembang di Eropa, aliran ini menampilkan gambar secara klasik, serta memiliki karakter dan ciri tersendiri.Aliran Klasik banyak terpampang di nusantara maupun di mancanegara. Aliran ini biasanya mengacu pada Yunani dan Romawi. Aliran ini timbul sesudah lahirnya gerakan kebangkitan ilmu pengetahuan (Baath) yang dimulai pada abad 15 M.
Aliran klasikisme ini sangat diminati dikarenakan memiliki arsitektur unik, klasik dan dianggap sebagai arsitektur yang bermutu tinggi, sehingga gaya baru ( neo klasikisme ) seakan hilang dan aliran klasikisme semakin kuat.
2. Aliran Romantik
Aliran romantik adalah sebuah gerakan seni, sastra dan intelektual yang berasal dari Eropa Barat abad ke-18 pada masa Revolusi Industri. Gerakan ini sebagian merupakan revolusi melawan norma-norma kebangsawanan, sosial dan politik dari periode pencerahan dan reaksi terhadap rasionalisasi terhadap alam, dalam seni dan sastra.
Kata Romantik ada hubungannya dengan arti asli yang disandang oleh kata roman di Abad pertengahan, ialah suatu cerita dalam bahasa rakyat yaitu “bahasa roman”. Roman abad pertengahan terutama berupa cerita kesatria, kebanyakan ditulis dalam bentuk sajak.Setelah beberapa waktu ciri-ciri yang menandai cerita ini bergeser manjadi: kejadian-kejadian tegang dan sering manjadi tidak masuk akal serta perasaan luhur tentang kehormatan dan cerita “kebangsawanan” yang langsung di hubungkan dengan pengertian “roman” dan “romantik.
3. Aliran Learisme
Aliran ini mengutamakan realitas kehidupan. Sastra realis merupakan kutub seberang dari sastra imajis. Apa yang diungkapkan para pengarang realis adalah hal-hal yang nyata, yang pernah terjadi, bukan imajinatif belaka. Biografi, otobiografi, true-story, album kisah nyata, roman sejarah, bisa kita masukkan ke sini. Sastra realis juga berbeda dengan berita surat kabar atau laporan kejadian, karena ia tidak semata-mata realistik. Sebagai karya sastra, ia pun dihidupkan oleh pijar imajinasi dan plastis bahasa yang memikat.
4. Aliran Modernisme
Modernisme di Indonesia sendiri bermula dari kaum pergerakan atau awal mula pergerakan nasional. Dalam kaitannya dengan sastra Indonesia, perkembangan sastra modern diawali dengan terbitnya lewat novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar. Karya-karya awal yang mengandung unsur modernisme juga dapat kita lihat misalnya dalam Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Alisjahbana dan Belenggu karangan Armijn Pane.
5. Aliran Postmodernisme
Postmodernisme adalah istilah yang sangat kontroversal. Di satu pihak istilah ini kerap digunakan dengan cara sinis dan berolok-olok, baik di bidang seni maupun filsafat, yaitu dianggap sebagai sekedar mode intelektual yang dangkal dan kosong atau sekedar refleksi yang bersifat reaksioner belaka atas perubahan-perubahan sosial yang kini sedang berlangsung.
Postmodernisme memang merupakan istilah yang sangat longgar pengertiannya alias sangat ambigu juga. Ia digunakan untuk ‘’memayungi’’ segala aliran pemikiran yang satu sama lain seringkali tidak persis saling berkaitan. Kiranya kita masih dapat mengidentifikasikannya, misalnya, ke dalam kelompok ‘’dekonstruktif’’ dan yang lain kelompok yang cenderung ‘’konstruktif’’ atau revisioner.
Nilai yang kiranya penting dari postmodernisme antara lain adalah bahwa dalam postmodernisme ini gagasan-gagasan dasar seperti ’’filsafat’’, ‘’rasionalitas’’ dan ‘’epistemologi’’ dipertanyakan kembali secara sangat radikal. Inti permasalahan yang dihadapi oleh filsafat dalam situasi postmodern terletak pada persoalan bahasa. Dan lebih lanjut, akan digunakan sebagai paradigma untuk mencari jalan keluar dari kemelut postmodern itu.
2. Karakteristik aliran-aliran sastra dunia
1. Aliran klasik
Aliran sastra klasik banyak ditemukan di kawasan eropa dan berbahasa latin. Pada aliransastra ini bentuk yang sering ditemukan adalah berbentuk epos. Yaitu tulisan berbentuk lirikyang dalam membacanya melibatkan suara supra segmental. Hai ini dikarenakan bentuk lirik pada masa itu ialah nyanyian yang diiringi dengan permainan lyre atau alat musik lainnya. Halini didukung dengan keadaan yang pada masa itu aliran ini menekankan decorum atau harmonisebagai persyaratan kesastraan. Dibuat seperti demikian adalah untuk memudahkan penghafalan.Pada masa itu timbul masalah yang dibicarakan secara mendalam. Masalah ini mempertanyakanapakah sajak yang baik dihasilkan oleh bakat (natura/ingenium) atau teknik (ars). Hal ininantinya akan berkembang pada aliran-aliran berikutnya.
Bentuk dari aliran sastra klasik pada masa itu berbentuk puisi mitologis dankepahlawanan. Hal ini bisa juga dilandasi oleh kepentingan politik yaitu untuk mendekatkan rajadengan para bangsawan. Hal ini juga didukung dengan kenyataan bahwa sastra pada masa itusering diperdengarkan terutama di kalangan istana raja dan para bangsawan. Karya sastranyaseperti sajak, epos dan kemudian roman biasanya dibawakan secara lisan.
2. Aliran romantik
Aliran romantik tercipta bukan untuk tandingan dan perombakan terhadap aliran klasik beserta kaidah-kaidah dasarnya saja, aliran romantik dimunculkan untuk perombakan total terhadap semua aturan yang mengikat kuat kaidah-kaidah dasar seni dan sastra secara keseluruhan.
Romantisisme tidak dapat diidentifikasi dengan suatu gaya, teknik, atau sikap yang tunggal, namun memiliki ciri umum yang seragam. Ciri tersebut adalah:
a.Imajinatif; Meskipun tetap realistis (tidak ada fantasi), adegan yang digunakan pada romantisisme cenderung tampak teatrikal dan bukan pemandangan sehari-hari, untuk menciptakan adegan tersebut diperlukan daya imajinasi yang tinggi.
b.Subjektif; Penciptaan seni dianggap sebagai ekspresi diri seniman.
c.Menggunakan intensitas emosional yang tinggi.
d.Pencitraan atau suasana memiliki kualitas dream-like (seperti mimpi).
e.Menggambarkan perasaan kuat yang tidak harfiah atau menggunakan perumpaan dan simbol.
3. Aliran realisme
Berkembang di Rusia, bersifat objektif, melukiskan kenyataan dalam perkembangan revolusionernya, selaras dengan kebenaran dan fakta sejarah, Mengemukakan kenyataan secara objektif, melukiskan dunia kenyataan dan segala-galanya digambarkan seperti apa yang tampak, tidak kurang tidak lebih, yang diungkapkan para pengarang realis adalah hal-hal yang nyata, yang pernah terjadi, bukan imajinatif belaka oleh pijar imajinasi dan plastis bahasa yang memikat.
4. Aliran modernisme
Berfikir secara positivistik atau absolut, mengutamakan universalitas nilai, memandang kebenaran bersifat tunggal, semua dipandang dengan oposisi biner, -ada benar salah, serta pemaknaan terhadap sesuatu yang cenderung merupakan dalil baku. Dalam sastra Indonesia, karya sastra yang bercorak modern biasanya bersifat universal, tidak terikat oleh ruang dan waktu, mengandung rasionalisme, kebebasan demokrasi, pencerahan, dan humanisme serta menganggap karya asli sebagai otentik.
5. aliran postmodernisme
Menitik beratkan dalam padangan sosial dan hubungan sosial dalam masyarakat, bukan dalam pandangan ekonomi, kelanjutan terhadap adanya istilah modernisme, Postmodernisme diaggap sebagai padangan dunia tanpa tatanan yang heterogen, akhirnya ciri ini mengabtraksika bahwa postmodernisme menolak padangan terhadap pembagian masyarakat prolenter dan borjuis, menolak kecendrungan modern yang meletakkan batas-batas antara hal-hal tertentu, berkaitan dengan fenomena dan budaya intelektual yang berangkat dari pengalaman, pemikiran subjektif dan teknologi, penyeimbang, merujuk pada konsep berfikir subjektif, mempunyai karakteristik fragmentasi (terpecah-pecah menjadi kecil), dan ketidakpercayaan terhadap semua hal yang universal.
3. Sastrawan Pada Setiap Aliran Sastra (Sastrawan Dunia dan Sastrawan Indonesia)
Sastrawan Dunia :
1. Klasik
Leo Tolstoy
Dilahirkan di Yasnaya Polyana, Provinsi Tula, 28 Agustus 1828, meninggal pada 7 November 1910. Tolstoy ditinggal ibunya saat baru berusia dua tahun dan ditinggal ayahnya saat berusia 8 tahun. Kesengsaraan hidup dan penderitaan sebagai anak yatim-piatu itu memberi bekas dan warna dalam pola pikirnya sebagai sastrawan besar dunia. Pendidikan dasarnya diselesaikan dengan susah payah walaupun ia sempat menuntut ilmu bahasa dan ilmu hukum di Universitas Kazan. Beberapa waktu sempat hidup secara Bohemian hingga ia bertemu dengan kelompok aristocrat muda dan bergabung dengan mereka. Pengaruh pikiran Rousseau membawa dirinya ke dalam suasana nasionalisme hingga ia menggabungkan diri dengan resimen artileri di Kaukasia (1851), yaitu suatu daerah yang terletak di antara laut Hitam dan Laut Kaspia. Pengalamannya selama Perang Krim dan mempertahankan Sebastopol melahirkan Kisah-kisah Sebastopol. Cerita awalnya ini diikuti oleh buku Masa Kanak-kanak (Childhood), Masa Remaja (Boyhood) dan Masa Muda (Youth) yang mendapat sambutan luas. Tiga karyanya ini terbit antara tahun 1852-1857. Tahun 1859 ia menggagas berdirinya sekolah kaum miskin di kampong halamannya dan oleh berbagai pengalamannya di luar negeri, ia terapkan di sekolah yang dipimpinnya. Tahun 1862 ia menikah dengan Sofia Andreyevna Behrs, gadis bangsawan yang lebih muda enam belas tahun darinya. Perkawinan itu dikaruniai tiga belas orang anak, namun perkawinan itu akhirnya berantakan karena perhatian Tolstoy sendiri lebih tercurah kepada kaum miskin. Bahkan sikapnya yang terlalu membela kaum miskin tidak disukai pemerintah. Terutama setelah ia menerbitkan bukunya Pengakuan (1882) yang menandai perubahan visi dan gaya hidupnya. Ia menanggalkan gelar kebangsawanannya, berpakaian seperti orang miskin dan menerbitkan buku-buku tipis agar kaum miskin dapat membaca. Pada akhirnya ia dikucilkan oleh pemerintah sampai menghembuskan nafas terakhirnya. Diantara karya sastranya yang melimpah yaitu, Perang dan Damai (War and Peace) (1869), Anna Karenina (ini buku favorit saya juga)(1877) adalah merupakan puncak karyanya. Disamping itu ada juga, Catatan Seorang Gila (1884), Lelaki Tua(1886), Kematian Illyich(1885), Sonata Kruetzer(1889), Tuan dan Hamba (!895) dan Ressurection (!899). Leo Tolstoy memang sastrawan yang serba bisa. Bahkan ia disanjung sebagai penulis estetika yang brilian. Ia seorang Filsuf yang amat dihargai selain sebagai novelis yang sukar dicari tandingnya. Sebagai raksasa sastra Rusia klasik, nama Leo Tolstoy memang abadi, di mana ia menulis karya-karya yang mampu membangkitkan rasa kemanusiaan meskipun untuk mencapai ideal humanisme demikian, ia harus membayar dengan mahal. Ia pernah mengalami hambatan pelarangan penerbitan karyanya dan rintangan fisik dengan pembatasan ruang geraknya di tanah airnya sendiri.
2. Romantisme
Sir Walter Scott
Sir Walter Scott dilahirkan di Edinhburg, Scotlandia, 15 agustus 1771, meninggal 21 September 1832. Ia merupakan pengarang Inggris yang paling kesohor dalam membuka abad kesembilan belas dengan cerita-cerita romantic dan puisi naratif yang diangkat dari kisah-kisah sejarah. Dua karyanya yang paling popular adalah Waverly (1814) dan Ivanhoe (1820). Masa kanak Scott tidaklah menyenangkan. Ia sering sakit-sakitan dan penderitaan itu harus ditanggung seumur hidup berupa kaki yang pincang. Oleh sebab itu, karya-karya awalnya dipublikasi bukan dengan namanya sendiri, sebagai akibat rasa rendah diri. Akan tetapi, karya-karyanya yang muncul setelah tahun 1825 menggunakan namanya, demikian pula pada karya-karya sebelumnya setelah mengalami cetak ulang. Tahun 1802 – 1903 muncul karya awalnya yang cukup berkualitas yaitu tiga jilid balada yang diangkat dari cerita – cerita lisan Scotlandia. Karya – karyanya yang lain adalah Minstrelsy, Lay of the Last Minstrel (1805), Lady of the Lake (1810), Guy Mannering (1815), Old Mortality ( 1816), Rob Roy (1817), kumpulan puisi Rokeby (1813), Quentin Durward (1823), The Talisman (1825), Anne of Geierstein (1829). Sebagaimana banyak pengarang kesohor yang mengalami kesulitan keuangan, Scott mengalami tahun 1826 yang menyebabkan ia harus menulis lebih banyak karya lagi. Karya-karya Scott menunjukkan latar belakang sejarah dan dunia lama oarng – orang Scotlandia dan Inggris. Karyanya yang terkenal yaitu Ivanhoe (salah satu favorit saya) berkisah tentang abad pertengahan di Inggris yaitu penggambaran konflik orang – orang Anglo Saxon dan orang – orang Normandia. Konflik itu diungkapkan dengan gaya bahasa yang khas dan sangat mengesankan sebagai pengarang romantic. Scott memperlihatkan kemampuan yang prima terutama penguasaannya atas bahan – bahan sejarah dan persoalan perwatakan. Tokoh – tokoh seperti Ivanhoe, Cedric, Rowena, Isaac dan York menunjukka pengggambaran watak yang sangat mengesankan, dimana penggunaan antagoni dan protagonist dengan memperhatikan tokoh – tokohnya secara sosiologis sangat tepat dan kuat. Karya ini menunjukkan keunggulan Scott terutama dibandingkan dengan sejumlah karyanya yang lain, juga dari pengarang seangkatannya. Sebagai pengarang romantic, Scott meninggalkan pengaruh yang besar dan kuat kepada genberasi pengarang sesudahnya dimana karya – karyanya menjadi acuan dan contoh yang pas untuk bentuk sastra romantik.
3. Realisme
Emile Zola
Dilahirkan di Paris. Salah seorang sastrawan Prancis yang kesohor dari abad kesembilan belas. Emile Zola merupakan pelopor aliran Naturalisme, yang Naturalismenya sering dianggap sebagai turunan realisme dan juga corak utama sastra Prancis abad XVII. Sukses pertamanya dimulai dari novelnya Theresa Requin (1867) dan puncak karyanya adalah novel Germinal (1885) yang diikuti oleh sejumlah karya yang kadangkala controversial, seperti Nana (1881) yang dianggap pornografis. Novel ini mengungkapkan gambaran prostitusi secara gamblang sehingga pelukisannya kadangkala terlalu terbuka. Namun Zola bukan menulis tentang pornografi karena yang ingin dikatakannya adalah masalah moral. Karyanya yang lain adalah Les Rougons –Macquart (1870), La Fortune des Rougons (1871), Le Ventre de Paris (1873), La Conquete de Plassans (1875), Son Excellence Eugene Rougon (1876), L’Assommoir (1877), La Debacle (1892), Les Trois Villes (1894), Les Quatre Evangiles (1894), Les Heritiers Rabourdin (1874), Renee (1887), dan L’ouragan (1901) Disamping menghasilkan karya kreatif berupa fiksi novel dan drama, Zola juga menulis kritik, esai sastra dan sejumlah surat maupun pembelaan. Surat terbukanya yang merupakan pembelaan terhadap Alfred Dreyfus yang berjudul J’accuse (1898) merupakan pendapat yang berani dan tajam dalam membangkitkan rasa solidaritas yang tinggi. Akibat pembelaannya, ia harus menyingkir ke luar negeri selama setahun. Demikian juga kritik seninyayang lebih merupakan pembelaan terhadap karya-karya kaum impresionis seperti Eduard Manet danlain-lain. Kedudukannya sebagai tokoh aliran naturalism makin kukuh setelah ia menerbitkan Roman Experimental (1881), Le Naturalisme au Theatre (1881), dan Romanciers Naturalistes (1881) Menurut Zola, seni adalah alam yang dapat diindra melalui watak. Oleh karena itu, dalam novel Zola watak sangat diutamakan sehingga watak mampu menggambarkan setting, pikiran dan ide-ide dasar yang ingin disampaikan pengarang.
4. Mordenisasi
Johann Caspar Goethe
Lahir di Frankfurt, negara bagian Hessen, Jerman pada 28 Agustus 1749, Goethe adalah anak pertama dari pasangan Johann Caspar Goethe, seorang ahli hukum, cendikiawan, pecinta seni dan orang yang kaya raya, dengan Catharina Elizabeth Textor. Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Goethe memiliki tujuh adik, namun hanya seorang adik perempuan bernama Cornelia Friederica Christiana yang bertahan hidup. Goethe tidak pernah merasakan bersekolah di sekolah umum. Semasa kecil, dia selalu belajar dari guru privat atau langsung dari sang ayah. Hal tersebut membuat Goethe dekat dengan ayahnya, termasuk dalam kegemarannya terhadap seni sastra. Karya-karya dari Friedrich Gottlieb Klopstock dan Homer termasuk yang paling disukainya. Mengikuti jejak sang ayah, Goethe juga mempelajari ilmu hukum dan masuk ke Universitas Leipzig pada 1765 hingga 1768. Pada 1767, dia menerbitkan buku kumpulan puisi pertamanya yang berjudul Anette, yang dipersembahkan untuk perempuan yang dikaguminya di bangku kuliah. Namun setahun berselang, sang ayah memerintahkannya untuk kembali ke Frankfurt karena Goethe mengalami sakit dan pendidikannya tidak berjalan lancar. Baru pada 1770, Goethe kembali melanjutkan pendidikan hukumnya di Kota Strassburg hingga lulus dan mendapat gelar Litentatius Juris. Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Alexander Fleming, Penemu Antibiotik Pertama Saat berkuliah di Strassburg, Goethe berkenalan dengan Johann Gottfried Herder, seorang pakar teologi, filsuf, budayawan, dan kritikus seni yang cukup dikenal pada masa itu. Dari Herder, Goethe belajar tentang keberagaman dunia sastra, mulai dari genre hingga sastra negara-negara lain. Menjelang usia 22 tahun, Goethe kembali ke Frankfurt dan memulai karirnya sebagai pengacara. Dia pun mulai berkenalan dengan sastrawan dan budayawan lain. Pada 1773, Goethe menulis drama Gotz von Berlichingen yang didasarkan pada kisah seorang tokoh sejarah abad ke-16. Drama itu meraih sukses hingga dianggap sebagai revolusi sastra.
5. Postmordenisasi
Jean Francois Lyotard
Jean Francois Lyotard lahir pada tahun 1924 di Versailes kota kecil di sebelah selatan kota paris. Lyotard lahir dari pasangan jean pierre lyotard dan Madeleine. Awal karir lyotard bermula ketika ia mulai belajar filsafat di Sorbonne setelah perang dunia ke II dan mendapat gelar agra’gation de philosophie pada tahun 1950an. Kemudian pada tahun 1950 – 1952 ia mengajar di sekolah menegah di kota konstantine, aljazair timur. Karirnya kemudian dilanjutkan dengan menjadi seorang professor filsafat di universitas paris VII. Jabatan tersebut ia pegang sampai usia pensiunnya di tahun 1989. Sebelum memasuki usia pension, tepatnya pada tahun 1956 – 1966, lyotard juga berprofesi sebagai anggota dewan redaksi jurnal sosialis Sosialisme an Berbarie (Sosialisme dan keadaan barbar).
Sastrawan Indonesia
1. Klasik
Budi Darma
Budi Darma merupakan penulis serba bisa. Karyanya berbentuk cerita pendek, novel, esai, dan puisi yang tersebar di berbagai media massa, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan sebagian besar sudah diterbitkan. Namun, ia lebih dikenal sebagai cerpenis, novelis, dan esais. Sebagai novelis, Budi Darma dianggap memelopori penggunaan teknik kolase, yaitu teknik penempelan potongan iklan bioskop dan tiket pertunjukan dalam karya-karyanya, seperti dalam Orang-Orang Bloomington dan Olenka. Budi Darma lahir tanggal 25 April 1937 di Rembang, Jawa Tengah. Ia anak keempat dari enam bersaudara yang semuanya laki-laki. Budi Darma mulai menulis tahun 1969 meskipun sebelumnya sudah pernah menulis. Selain dalam bahasa Indonesia, ia juga menulis dalam bahasa Inggris.
2. Romantisme
W.S. Rendra
W.S. Rendra memiliki nama lahir Willibrordus Surendra Broto Rendra. Ia lahir tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah dan meninggal tahun 2009 di Depok, Jawa Barat. Rendra adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia. Rendra mendapat julukan sebagai "Si Burung Merak" karena penampilannya sebagai deklamator selalu penuh pesona. Sejak muda, ia menulis puisi, skenario drama, cerpen, dan esai sastra di berbagai media massa. Rendra pernah mengenyam pendidikan di Universitas Gajah Mada, dan dari perguruan tinggi itu pulalah ia menerima gelar Doktor Honoris Causa. Pak Broto juga terkenal sebagai orang yang bisa bermain drama tradisional.
3. Realisme
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer terkenal sebagai pengarang novel tahun 1940-an dengan novelnya, antara lain, Keluarga Gerilya dan Perburuan. Dia lahir di Blora, Jawa Tengah, tanggal 6 Februari 1925 dan meninggal di Jakarta 30 April 2006. Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari Blora. Oleh karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa "Mas" dari nama tersebut dan menggunakan "Toer" sebagai nama keluarganya. Ayahnya adalah seorang guru yang mula-mula bertugas di HIS Rembang, kemudian menjadi guru sekolah swasta Boedi Oetomo dan menjadi kepala sekolah. Ibunya adalah anak penghulu di Rembang. Dalam "Memoar-Hikayat Sebuah Nama" (1962) dikemukakan, bahwa dalam lingkungan keluarganya ia dipanggil sebagai Mas Moek karena menjadi anak sulung 8 bersaudara (5 lelaki dan 3 perempuan). Atas "perintah" abang tertua itu, adiknya meletakkan nama belakang Toer sehingga nama keluarga, yakni Pradito Toer, Koenmarjatoen Toer, Oemisapatoen Toer, Koesaisah Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Soesilo Toer, dan Soesetyo Toer. sebagai dosen Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai. Meletusnya gerakan 30 September 1965 (Gestapu/PKI) menghadirkan kenangan pahit dalam kehidupan Pramoedya Ananta Toer. Pada penangkapan yang dilakukan oleh gerombolan pemuda bertopeng tanggal 13 Oktober 1965, ia mendapatkan penghinaan dan perlakuan yang kejam. Pendengarannya rusak karena dipukul dengan tommygun pada bagian kepalanya. Setelah itu, ia dipenjarakan di Tangerang, Salemba, Cilacap, dan selama sepuluh tahun ia hidup dalam pengasingan di Pulau Buru. Selepas dari pengasingan di Pulau Buru, Pram menghasilkan beberapa buku yang pada umumnya dilarang oleh Kejaksaan Agung. Namun, di luar negeri buku-buku itu terbit dan beredar luas. Bahkan, buku-buku tersebut diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing, terutama bahasa Inggris dan Belanda. Buku-buku yang dilarang ialah Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), Rumah Kaca (1988), Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I (1995) II (1996), Arus Balik (1995), Arok Dedes (1999), dan Larasati (2000). Beberapa tahun terakhir ini sejumlah buku Pramoedya Ananta Toer yang semula dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung diterbitkan kembali oleh penerbit Hasta Mitra. Buku-buku tersebut, antara lain, adalah Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa, serta buku-buku Pramoedya yang ditulis tahun 1950-an, seperti Cerita dari Blora, Perburuan, Korupsi, Keluarga Gerilya, dan Panggil Aku Kartini Saja. Karya-karyanya yang terbit pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, antara lain 1) Mangir (2000), 2) Kronik Revolusi I, II (1999), III (2000), 3) Cerita-Cerita dari Digul (2001), dan 4) Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer (2001).
4. Modernisme
H.B. Jassin
Hans Bague Jassin yang dikenal dengan nama H.B. Jassin lahir di Gorontalo, Sulawesi Utara, 31 Juli 1917 dan meninggal di Jakarta, 11 Maret 2000. Ayahnya bernama Bague Mantu Jassin, seorang kerani Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Ibunya bernama Habiba Jau. Kegemaran ayahnya membaca dan mengoreksi bacaan-bacaan dalam perpustakaan pribadinya mempunyai pengaruh besar terhadap Jassin. Jassin kecil sering membaca koleksi ayahnya secara diam-diam karena dilarang membaca bacaan orang dewasa. Kegemaran membaca ini terus berlanjut dan inilah yang kemudian menjadi pemicu baginya untuk menjadi kritikus dan kolektor dokumen sastra Indonesia. Di kemudian hari kedudukan Jassin sebagai kritikus dan esais menjadi sangat kuat sehingga Gayus Siagiaan menjulukinya sebagai "Paus Sastra Indonesia". Koleksi pribadinya dokumen sastranya kemudian terkumpul di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, sebuah lembaga yang amat banyak jasanya dalam pendokumentasian sastra Indonesia dan menjadi salah satu pusat penelitian sastra Indonesia yang penting pula.
Buku sastra yang ditulis H.B. Jassin cukup banyak, antara lain adalah Angkatan 45 (1951), Tifa Penyair dan Daerahnja (1952), Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai jilid I—IV (1954, 1967; edisi baru 1985), Kesusastraan Dunia dalam Terdjemahan Indonesia (1966) Heboh Sastra 1968: Suatu Pertanggungjawaban (1970). Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia (1963), Pengarang Indonesia dan Dunianja (1963), Surat-Surat 1943—1983 (1984), Sastra Indonesia dan Perjuangan Bangsa (1993), dan Koran dan Sastra Indonesia (1994).
5. Postmodernisme
Djenar Maesa Ayu
Djenar Maesa Ayu adalah salah satu penulis perempuan Indonesia yang cukup menonjol. Cerpen-cerpennya yang bernuansa feminin membuat namanya dikenal dan diperhitungkan. Namanya semakin melambung saat dia terjun ke dunia film.
Djenar mengawali kariernya sebagai penulis cerita pendek (cerpen) dan kemudian menulis novel. Dia lahir dari keluarga yang dekat dengan seni. Ayahnya Sjumandjaya adalah seorang penulis dan sutradara terkemuka, sedangkan ibunya Toety Kirana adalah aktris era 1970-an.
Karya-karya Djenar banyak mendobrak tabu dan tak jarang dinilai vulgar. Namun di sisi lain banyak yang menilai karyanya mencerahkan. Djenar termasuk perempuan penulis yang produktif. Dalam kurun waktu tujuh tahun, empat judul buku sudah tergarap, dan tiga di antaranya itu masuk sebagai shortlist anugerah sastra tahunan Khatulistiwa Literary Award tahun 2002, 2004 dan 2006. Dan setiap buku karyanya selalu termasuk deretan daftar buku bestseller.
Buku pertama Djenar yang berjudul ‘Mereka Bilang, Saya Monyet!’ telah cetak ulang sebanyak delapan kali dan masuk dalam nominasi 10 besar buku terbaik Khatulistiwa Literary Award 2003, selain itu, buku ini juga akan diterbitkan dalam bahasa Inggris.
4. Karya Sastra Setiap Aliran Sastra (Dunia dan Indonesia)
a.Aliran Klasik (Pride & Prejudice karya Jane Austen, Syair Burung Unggas karya Hamzah Fansuri)
b.Aliran Romantik (Pride & Prejudice karya Jane Austen karya Alphonse de Lamartine, Karna Kasihmu karya Amir Hamzah)
c.Aliran Realisme ( Жизнь Ненужного Человека karya Maxim Gorky, Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer )
d.Aliran Modernisme (O Cisne Negro karya Thomas Mann, Azab dan Sengsara karya Merari Siregar )
e.Aliran Postmodernisme (Terra Nostra karya Fuentes, Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari)
C.PENUTUP
Aliran-aliran pada sastra merupakan sikap, pandangan hidup, atau haluan pendapat yang menjadi pedoman pengarang dalam mendasari karyanya. Aliran dalam karya sastra biasanya terlihat pada periode tertentu. Setiap periode sastra biasanya ditandai oleh aliran yang dianut para pengarang pada masa itu.Aliran sastra berasal dari kata stroming (bahasa Belanda) yang mulai muncul di Indonesia pada zaman pujangga baru. Kata itu bermakna keyakinan yang dianut golongan-golongan pengarang yang sepaham, ditimbulkan karena menentang paham-paham lama.
Aliran sastra klasik banyak ditemukan di kawasan eropa dan berbahasa latin. Pada aliran sastra ini bentuk yang sering ditemukan adalah berbentuk epos. Yaitu tulisan berbentuk lirik yang dalam membacanya melibatkan suara supra segmental. Hai ini dikarenakan bentuk lirik pada masa itu ialah nyanyian yang diiringi dengan permainan lyre atau alat musik lainnya.Ada lima macam aliran dalam sastra yaitu aliran klasik, aliran romantik, aliran realisme, aliran modernisme, dan amiran postmodernisme.
D.DAFTAR PUSTAKA
Teeuw, A. 1989. Sastra Indonesia Modern II. Jakarta:Pustaka Jaya.
Sugiharto Bambang.2006. postmodernisme, Yogyakarta: Kanisius.
Teeuw, A., Sastera dan Ilmu Sastera, Jakarta:PT. Dunia Pustka Jaya, 1984.
Barginsky, V.I. , Yang Indah Berfaedah dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu abad 7-19. Jakarta: Insis. 1998.
wellek, rene dan ausntin warren. 2014. Teori kesusastraan. Di indonesiakan oleh melani budianta.Jakarta